Arsip Kategori: Teori

Resensi Buku

Oleh: Annas

Penulis bekerja sebagai voulentir di Wahana Lingkungan Hidup | Anggota Partai Pembebasan Rakyat | Koordinator Departemen Pendidikan dan Propaganda Kolektif Nasional-Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (KolNas-PEMBEBASAN)

 

Judul Buku          : Ekologi Marx, Materialisme dan Alam
Penulis                  : John Bellamy Foster

Penerjemah        : Pius Ginting

Penerbit               : Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
Tahun                    : 2013
Tebal Buku          : 284 Halaman

Ukuran                 : 22.5 Cm x 15.5 Cm

No. ISBN              : 978-602-18675-1-8

Image

Konsepsi

Manusia, beraktivitas untuk mempertahankan hidupnya dengan melakukan kerja, agar kebutuhan hidup terpenuhi. Aktivitas kerja manusia sangat bergantung dari apa yang ada pada alam: air, udara, kayu, laut, tumbuhan, api, angin, arus sungai/laut, panas bumi, gunung, mineral, tambang, dsb. Karena itulah, hubungan manusia dan alam haruslah hubungan yang baik dan berkelanjutan, karena manusia adalah makhluk yang bisa menciptakan apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup, mengolah apa yang disediakan alam. Sehingga, inter-relasi  manusia dan alam dinyatakan oleh Doug Lorimer sebagai “Pengaruh alam atas manusia semuanya terjadi secara spontan, tapi pengaruh masyarakat pada alam selalu sebagai hasil dari aktivitas manusia demi kehidupannya, yang dilakukannya secara sadar. Di samping memang bertujuan merubah alam, aktivitas manusia juga memperoleh hasil-hasil yang tak terbayangkan sehingga, dalam banyak kasus, kemudian menyebabkan manusia kehilangan banyak hal”.

Darwin(isme) dan Marx(isme)

Adalah dua arus pemikiran penting yang akan dibahas dalam buku ini meski, Darwinisme lebih banyak dielaborasi hanya dalam wilayah sains-biologisme dan sosial ekstrim yang dibongkar kemudian oleh dialektika materialisme alam yang non-mekanis, non-reduksionis sehingga, meletakkan proses alam, biologisme dan implikasi sosialnya dalam konteks dialektis. Namun begitu, konsepsi dialektika alam Marx banyak dipengaruhi oleh Darwin dimana keduanya sedikit banyak saling dipengaruhi filsafat alam materialis klasik seperti Epicurus. Konsekuensi logis dari Darwin(isme) terhadap filsafat materialis Marx benar-benar penting untuk dimaknai. Bahwa, kata Foster, antara mahluk hidup dan alam memiliki inter-relasi (saling-hubungan) yang tidak otonom namun, merupakan sebuah satu-kesatuan antara dialektis.

Baca lebih lanjut

Faktor-faktor Penghambat Kemajuan Perempuan (Bagian Kedua)

Paulus Suryanta Ginting

Lalu apa Hambatan bagi Kemajuan Perempuan Indonesia?

Perempuan Indonesia jika diteliti komposisinya terdiri baik dari Perempuan Kaya, Menengah maupun Miskin.  Mayoritas perempuan di Indonesia adalah perempuan miskin. Tetapi ada baiknya sedikit kita bahas apakah Borjuis nasional dengan jenis sex perempuan memiliki irisan persoalan yang sama dengan perempuan miskin Indonesia?

Tetapi sebelum itu, seperti di jelaskan di atas, bahwa hambatan bagi kemajuan perempuan memiliki keterkaitan erat dengan hambatan bagi kemajuan masyarakat. Karena perempuan merupakan bagian tak terpisahkan dari kolektif sosialnya, masyarakat.  Maka, hambatan-hambatan bagi kemajuanya juga sama, antara lain: Budaya Patriarkhi dan Sisa-sisa Feudalisme, Militerisme dan Neoliberalisme.

Baca lebih lanjut

Marx, Jender, dan Pembebasan Manusia

Oleh Heather Tomanovsky

Tulisan Marx tetang jender dan keluarga lebih substansial signifikansinya, dan lebih berharga, daripada yang biasa diakui. Marx memberikan pencerahan yang penting ke dalam relasi jender di masanya, menunjukkan kebutuhan atas suatu transformasi total masyarakat yang (akan) harus meliputi hubungan baru antara laki-laki dan perempuan, meskipun dengan beberapa elemen yang juga mengandung persoalan. Hal ini sudah tampak jelas di salah satu karya awalnya, Manuskrip 1844 (1844 Manuscripts), dan merupakan sebuah tema yang (sering) berulang di dalam tulisan-tulisannya dan aktivitas politik di sepanjang hidupnya. Baca lebih lanjut

Resesi Besar: apa pula yang terjadi pada Keynes?

By Allen Myers

Direct Action — March 14, 2012Segera setelah pecahnya krisis ekonomi-keuangan di tahun 2008, terdapat spekulasi yang bingung di media (bahkan dalam Partai Buruh Australia) bahwa pemerintah (yakni, kelas penguasa) akan kembali menyampahkan neoliberalisme dan kembali pada beberapa bentuk dari ekonomi Keynesian yang cukup standar sejak Perang Dunia ke II sampai awal tahun 1970-an. Spekulasi ini dirangkum dengan baik akhir Oktober lalu oleh jurnalis Truthout Michael Corcoran:

“Setelah bailout (menalangi kebangkrutan) Bear Stearns tahun 2008, Martin Wolf, seorang penulis ekonomi untuk Financial Times dan biasanya pendukung setia terhadap globalisasi pasar-bebas, menulis: ‘Ingat 14 Maret 2008: adalah hari dimana mimpi kapitalisme pasar bebas global mati.’ Di artikel yang sama, mengutip Joseph Ackerman, kepala eksekutif Deutsche Bank, ia mengatakan: ‘saya tak lagi percaya pada kekuatan pasar untuk menyembuhkan diri sendiri.’ Dalam artikel 10 Oktober, The Washington Post — dengan segala keseriusan — mengemukakan bahwa krisis ekonomi saat ini berarti ‘Akhir dari Kapitalisme Amerika’ yang selama ini kita kenal. Sampul majalah Time pada Februari 2009, menyatakan, Kita semua Sosialis sekarang,’ mengacu pada kebutuhan akan intervensi pemerintah untuk menyelamatkan kapitalisme yang sakit. ‘Apapun yang mau kita akui ataupun tidak,’ artikel tersebut mengamati, ‘Amerika tahun 2009 sedang menuju suatu negara Eropa modern.’” Baca lebih lanjut

Apakah Feminisme Sosialis?*

Tak seorangpun bebas ketika yang lain tertindas

Barbara Ehrenreich**

Artikel yang pertama kali muncul dalam majalah WIN tanggal 3 Juni, 1976, dan dicetak kembali di sini atas izin pengarang, merupakan pemikiran klasik sosialis feminis. Setelah puluhan tahun perdebatan atas isu-isu ini, kebutuhannya, dalam pandangan kami, tidak pernah berkurang.—Editor

 Pada tingkatan tertentu, mungkin tak terlalu pas dijabarkan, feminisme sosialis telah ada sejak lama. Kau adalah perempuan di dalam masyarakat kapitalis. Kau dilanda amarah: menyangkut pekerjaan, tagihan-tagihan, suamimu (atau mantan), sekolah anak-anak, pekerjaan rumah, cantik atau tak cantik, diperhatikan atau tak diperhatikan (dan juga tak didengar), dll. Jika kau memikirkan semua ini dan bagaimana semua itu cocok satu sama lain, serta apa yang harus diubah, kemudian kau mencari kata-kata yang sekaligus menyiratkan semua pikiran ini dalam bentuk singkat, kau akan hampir mendapatkan apa yang disebut “feminisme sosialis.” Baca lebih lanjut

Nasionalisme dan Internasionalisme*

Cover depan buku Fatherland or Mother Earth? Essay on National Questio

Lebih dari 200 tahun sudah seruan untuk suatu persaudaraan internasional seluruh manusia oleh Revolusi Perancis yang akbar itu, serta 80 tahun sudah pendirian Komunisme Internasional, apa yang tetap menjadi mimpi besar solidaritas internasional kaum tertindas? Bukankah nasionalisme selalu menjadi kekuatan penggerak utama politik dunia? Dan bagaimana kaum sosialis seharusnya mengaitkan diri?

Peran kontradiktif nasionalisme adalah salah satu paradoks terbesar di dalam sejarah abad 21. Dalam melayani negara dan kekuatan reaksioner, ideologi nasionalisme mendorong dan melegitimasi beberapa dari kejahatan terburuk di abad ini: dua perang dunia, genosida bangsa Armenia, Yahudi, dan Gipsi, perang kolonialis, bangkitnya fasisme dan diktator militer, represi brutal pergerakan progresif atau revolusioner dari Cina di tahun 1920-an hingga Indonesia di tahun 1960-an dan Argentina 1970-an.

Selain itu, atas nama pembebasan nasional, rakyat yang dijajah mendapatkan kemerdekaannya, dan beberapa dari pergerakan sosialis revolusioner yang paling radikal dan penting juga dapat memenangkan dukungan massa dan menang: di Yugoslavia, Cina, Indocina, Cuba, dan Nikaragua. Baca lebih lanjut

Kritik Sebagai Roda Penggerak Kesadaran Politik

Anom Astika, Peluncuran Jurnal Problem Filsafat

Sambutan Setengah Virtual Setengah Verbal untuk Peluncuran JURNAL PROBLEM FILSAFAT

Anom Astika

Jakarta, 20 Agusutus, 2011

Kawan,

Mulai hari ini kita hidup dan tumbuh menurut terang. Yang tak seharusnya redup pendar-pendarnya. Yang bukan lahir dari asas-asas sesal maupun garis-garis dendam akan masa lalu. Namun ia dibangun dari keraguan-keraguan yang didasarkan atas pemahaman terhadap realitas. Baik itu realitas teoritik, maupun realitas praktis seluruhnya tetap harus dijadikan dasar bagi rumusan terang itu sendiri. Sehingga tak serampangan kita memahami realitas. Pun tak seenaknya sendiri kita menutur itu abstrak, itu kongkret, lantaran sesuatu yang kongkret bisa lahir karena proses abstraksi, dan begitu pula sebaliknya. Tak ada cerita sebuah simpulan bisa lahir tanpa proses-proses kategorisasi, konseptualisasi, elaborasi, problematisasi, maupun hal-hal lain. Semuanya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Baca lebih lanjut

Sukarno di Simpang Jalan Revolusi


Apakah Sukarno menjadi seorang Trotskyis ketika mesti memilih pada jalan mana revolusi harus ditempuh?

MAX LANE

Pada 1958 Presiden Sukarno pernah menyampaikan beberapa kuliah tentang Pancasila di Istana Negara. Antara lain ada kuliah tentang masing-masing sila, termasuk peri-kemanusiaan. Di dalam kuliah tersebut Sukarno sempat menguraikan perbandingannya antara Joseph Stalin dan Leon Trotsky, dua pemimpin revolusi Rusia. Dalam membaca dan merenungkan komentar Sukarno ini tentu saja kita harus catat waktu dan konteks yang berlaku pada saat itu. Pidato Sukarno pada 1958 itu dilakukan dua tahun setelah Nikita Kruschev, sebagai Sekretaris Pertama Partai Komunis Uni Soviet, membongkar kejahatan-kejahatan politik Stalin melalui pidato di kongres partainya. Pada waktu itu Kruschev mengatakan: Baca lebih lanjut